VII : IlMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN

Minggu, 12 Januari 2014

ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN

1.      Kasus Ilmu Pengetahuan Teknologi Barat dan Indonesia
Masalah banjir hingga saat ini belum dapat diselesaikan secara tuntas, bahkan masalah tersebut justru mengindikasikan semakin meningkat, baik intensitas, frekuensi maupun sebarannya. Akibatnya kerugian yang ditimbulkan juga semakin meningkat. Secara nasional, bencana banjir dari bulan Oktober 2001 hingga Februari 2002 tercatat terdapat 92 bencana banjir besar dengan kerugian yang ditimbulkannya adalah 146 orang meninggal, 4 orang hilang, 389.919 jiwa mengungsi, dan menggenangi permukiman 54.482 ha (1) .
Meningkatnya masalah banjir merupakan salah satu dampak negatif dari kebijakan pembangunan yang sampai saat ini lebih mementingkan aspek pertumbuhan ekonomi dan perhatian terhadap kelestarian lingkungan sangat kurang. Penataan ruang dalam rangka pembangunan di dataran banjir belum memasukkan air sebagai faktor pembatas sehingga kurang mengantisipasi adanya resiko tergenang banjir. Sementara itu, upaya mengatasi banjir sampai saat ini masih mengandalkan upaya konvensional yang berupa rekayasa struktur di sungai ( in stream ) yang mempunyai keterbatasan, bersifat represif dan kurang menyentuh akar permasalahannya. Selain itu upaya mengatasi masalah banjir sampai saat ini tidak seimbang dengan laju peningkatan masalah yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Proses terjadinya banjir disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :
  1. Faktor peristiwa alam (dinamis), yang meliputi : intensitas curah hujan tinggi, pembendungan (dari laut/pasang dan dari sungai induk), penurunan tanah ( land subsidence ), dan pendangkalan sungai. 
  2. Faktor kondisi alam (statis), yang meliputi : kondisi geografi, topografi, geometri sungai (kemiringan, meandering bottle-neck , sedimentasi, ambal alam).
  3. Faktor kegiatan manusia (dinamis), seperti : pembangunan di dataran banjir, tata ruang di dataran banjir yang tidak sesuai, tata ruang/peruntukan lahan di DAS, permukiman di bantaran sungai, pembangunan drainase, bangunan sungai, sampah, prasarana pengendali banjir yang terbatas, persepsi masyarakat yang keliru terhadap banjir.
Faktor curah hujan yang tinggi merupakan salah satu faktor utama penyebab banjir. Wilayah Indonesia yang merupakan benua maritim di daerah tropis mempunyai curah hujan yang sangat tinggi. Dengan didominasi oleh adanya awan-awan konvektif dan orografik maka intensitas curah hujan yang terjadi sangat besar. Curah hujan yang tinggi, lereng yang curam di daerah hulu disertai dengan perubahan ekosistem dari tanaman tahunan atau tanaman keras berakar dalam ke tanaman semusim berakar dangkal mengakibatkan berkurangnya air yang disimpan dalam tanah, memperbesar aliran permukaan serta menyebabkan terjadinya tanah longsor. Curah hujan yang tinggi dalam kurun waktu yang singkat dan tidak dapat diserap tanah akan dilepas sebagai aliran permukaaan yang akhirnya menimbulkan banjir.
Tingginya curah hujan dan besarnya koefisien aliran permukaan semakin memicu suatu kawasan rentan terhadap banjir. Hal inilah yang terjadi di Pulau Jawa. Sebagai contoh adalah wilayah Pulau Jawa pada musim penghujan, banjir hampir selalu merupakan masalah yang tidak terelakkan. Kondisi demikian disebabkan potensi air maksimum aliran permukaan dari curah hujan sebagian besar, yaitu 70-75% atau sebesar 141.803 juta m 3 /tahun akan menjadi runoff, dan hanya 25-30% atau sebesar 47.268 juta m 3 /tahun menjadi aliran mantap yang mengalami infiltrasi, perkolasi dan tertahan di tanah, waduk serta daerah konservasi air lainnya (2) . Akibatnya pada musim penghujan, runoff yang demikian besar sangat berpotensi untuk menjadi banjir dan sebaliknya pada musim kemarau akan rentan terhadap kekeringan.
Selain faktor alam, yaitu curah hujan yang tinggi, faktor lain yang mendukung terjadinya banjir adalah faktor geomorfologi, morfometri DAS, sosial, ekonomi dan budaya penduduk yang mendiami bantaran sungai juga berpengaruh terhadap banjir. Meningkatnya jumlah dan kepadatan penduduk sangat berpengaruh terhadap banjir. Meningkatnya jumlah penduduk akan diikuti oleh semakin besarnya kebutuhan lahan untuk permukiman, pertanian, perkotaan dan kegiatan pendukung lainnya sehingga kawasan konservasi seperti hutan, pertanian dan ruang terbuka lainnya akan dikonversi untuk memenuhi kebutuhan penduduk tersebut. Adanya konversi lahan demikian akan meningkatkan koefisien aliran permukaan. Sebagai misal, pada kawasan hutan hanya melimpaskan 10-40% air hujan sehingga mampu menyerap air hujan sebesar 60-90%, kemudian berubah menjadi permukiman yang akan melimpaskan sekitar 40-75% air hujan dan 25-60% air hujan yang terserap (3, 4, 5) . Semakin padat permukiman maka semakin besar limpasan air hujan yang terjadi.
Jumlah penduduk Indonesia saat ini telah mencapai sekitar 218 juta tersebar di berbagai pulau utama. Dengan tingkat pertumbuhan sebesar 1,7% per tahun, maka pada tahun 2020 jumlah penduduk diperkirakan sebesar 280 juta jiwa. Pulau Jawa yang mempunyai luas hanya 7% dari luas daratan Indonesia menampung 65% (142 juta jiwa) dari jumlah penduduk Indonesia. Pada dasarwarsa terakhir, laju urbanisasi yang meningkat menyebabkan perkembangan perkotaan mencapai 5% per tahun. Dengan demikian, pada tahun 2020 nanti 52% penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan dan sekitarnya, dimana pada tahun 1995 saja telah mencapai 38%. Kondisi demikian akan menyebabkan Pulau Jawa semakin rentan terhadap bencana banjir dimasa mendatang jika pengelolaan banjir tidak disiapkan sebaik-baiknya sejak dini.

KESIMPULAN
Banjir yang terjadi di pantai utara Jawa Barat disebabkan oleh adanya curah hujan yang sangat besar. Di stasiun Rawa Rorotan dan Pilar curah hujan yang terjadi pada tanggal 30 Januari 2002 sebesar 279 mm dan 246 mm. Curah hujan tersebut merupakan curah hujan harian maksimum yang mempunyai periode ulang sebesar 350 tahun dan 140 tahun. Kondisi demikian menyebabkan aliran permukaan dan debit sungai menjadi besar.
Di Sungai Citarum sejak tanggal 30 Januari 2002 hingga 3 Februari 2002 debit sungai mencapai diatas 1.700 m 3 /detik sehingga debitnya lebih besar daripada kapasitas pengendalian banjir yang didesain sebesar 1.600 m 3 /detik untuk desain pengendalian 25 tahun. Demikian pula halnya yang terjadi di tempat lain seperti di aliran Cikarang, Kali Bekasi, Sungai Cilamaya, Ciasem, dan Cipunegara meluap akibat debit sungai lebih besar daripada desain pengendalian banjir sehingga menimbulkan banjir.


2.      Peran Teknologi Dalam Mengatasi Kemiskinan
Kemiskina lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada dibawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh (Emil Salim, 1982).

Menurut Prof. Sayogya (1969), garis kemiskinan dinyatakan dalam rp/tahun, ekuivalen dengan nilai tukar beras (kg/orang/tahun yaitu untuk desa 320 kg/orang/tahun dan               480 kg/orang/tahun). Atas dasar ukuran ini maka mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a.  Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan, dsb;
b.  Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri,      seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usah;
c.  Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai  tamat sekolah dasar karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan;
d.  Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas (self employed), berusaha apa saja;
e.   Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai ketrampilan.

Menurut teori Fungsionalis dari Statifikasi (tokohnya Davis), kemiskinan memiliki sejumlah fungsi yaitu:

1.      Fungsi Ekonomi
Penyediaan tenaga untuk pekerjaan tertentu menimbulkan dana sosial, membuka lapangan kerja baru dan memanfaatkan barang bekas (masyarakat pemulung).
2.      Fungsi Sosial
Meninmbulkan altruisme (kebaikan spontan) dan perasaan, sumber imajinasi kesulitan hidup bagi si kaya, sebagai ukuran kemajuan bagi kelas lain dan merangsang munculnya badan amal.
3.      Fungsi Kultural
Sumber inspirasi kebijaksanaan teknokrat dan sumber inspirasi sastrawan dan memperkaya budaya saling mengayomi antar sesama manusia.
4.      Fungsi Politik
Berfungsi sebagai kelompok gelisan atau masyarakat marginal untuk musuh bersaing bagi kelompok lain.

Walaupun kemiskinan mempunyai fungsi, bukan berarti menyetujui lembaga tersebut. Tetapi karena kemiskinan berfungsi maka harus dicarikan fungsi lain sebagai pengganti.





Sumber : Harwantiyoko dan Neltje F. Katuuk; Ilmu Sosial Dasar


Copyright @ 2013 Fifi Destiani . Designed by Templateism | MyBloggerLab