VIII : AGAMA DAN MASYARAKAT
Ø
Fungsi Agama
Dalam Masyarakat
Pengertian agama dalam
bahasa sangkerta yaitu "a" adalah tidak "gama" adalah kacau
jadi arti yang tidak kacau. Namun pergertian agama menurut Dr.Th.Kobong
mengatakan " bahwa agama adalah sumber hidup manusia dalam relasi tiga
dimensi ,yaitu relasi dengan Allah pencipta, dengan sesama dan dengan seluruh
ciptaan lainnya" . Jadi agama adalah suatu kepercayaan atau keyakinan
seseorang terhadap tuhan nya.
Agama mempunyai fungsi
bagi kehidupan manusia. Agama sebagai pedoman hidup manusia untuk membawa
mereka kejalan yang benar. Indonesia sebagai negara hukum, Agama mempunyai
peranan sangat penting sesuai dengan isi Pancasila yang pertama "
Ketuhanan yang Maha Esa" dimana agama sangat penting bagi bangsa ini.
Agama sangat berpengaruh pada kehidupan politik, ekonomi, dan budaya. Tidak
lupa bahwa Indonesia memiliki 5 macam Agama yang di lindungi atau di akui oleh
UUD yaitu, Islam , Protestan , Khatolik , Hindu , Budha.
Fungsi Agama menurut Prof.Dr.H. Jalaluddin ada 8 yaitu:
a. Fungsi Edukatif, agama memberi penganjaran dan bimbingan kepada
kita tentang sejarah agama.
b. Fungsi Penyelamat, kita sebagai manusia ingin hidup bahagia di
dunia dan dihkirat. pasti semua orang ingin menikmati Surga apabila ia telah
tiada didunia. jadi agama memberi kita pedoman agar kita melakukan perbuatan
yang terpuji. yang membuat hidup kita selamat didunia dan diahkirat.
c. Fungsi Perdamaian, setiap manusia yang memiliki kesalah yang
sangat besar, dengan bertobat dosa nya bisa diampuni.
d. Fungsi Kontrol Sosial, adanya sikap sosial terhadap sesama
seperi saling menolong,ada nya sikap tenggang rasa. karena agama mencintai
perdamaian.
e. Fungsi mumupuk Persaudaraan,karena manusia tidak bisa hidup
sendiri dan hidup yang saling tolong menolong akan membangun hubungan
persaudaraan.
f. Fungsi Pembaharuan, karena agama membawa kita ke arah yang
lebih baik.
g. Fungsi Kreatif.
h. Fungsi Sumbimatif.
Jadi, fungsi agama yaitu sebagai pedoman hidup kita. bahwa sebagai
mahluk ciptaan Tuhan kita harus menaati peraturan yang membawa kita kejalan
yang benar. Tanpa agama manusia akan menjadi kacau , berantakan.
Ø
Kaitan Konflik
Yang Ada Dalam Agama Dan Masyarakat
Secara sosiologis, Masyarakat agama adalah suatu kenyataan bahwa
kita adalah berbeda-beda, beragam dan plural dalam hal beragama. Ini adalah
kenyataan sosial, sesuatu yang niscaya dan tidak dapat dipungkiri lagi. Dalam
kenyataan sosial, kita telah memeluk agama yang berbeda-beda. Pengakuan
terhadap adanya pluralisme agama secara sosiologis ini merupakan pluralisme
yang paling sederhana, karena pengakuan ini tidak berarti mengizinkan pengakuan
terhadap kebenaran teologi atau bahkan etika dari agama lain.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Rasjidi bahwa agama adalah
masalah yang tidak dapat ditawar-tawar, apalagi berganti. Ia mengibaratkan
agama bukan sebagai (seperti) rumah atau pakaian yang kalau perlu dapat
diganti. Jika seseorang memeluk keyakinan, maka keyakinan itu tidak dapat pisah
darinya. Berdasarkan keyakinan inilah, menurut Rasjidi, umat beragama sulit
berbicara objektif dalam soal keagamaan, karena manusia dalam keadaan involved
(terlibat). Sebagai seorang muslim misalnya, ia menyadari sepenuhnya bahwa ia
involved (terlibat) dengan Islam. Namun, Rasjidi mengakui bahwa dalam kenyataan
sejarah masyarakat adalah multi-complex yang mengandung religious pluralism,
bermacam-macam agama. Hal ini adalah realitas, karena itu mau tidak mau kita
harus menyesuaikan diri, dengan mengakui adanya religious pluralism dalam
masyarakat Indonesia.
Banyak konflik yang terjadi di masyarakat Indonesia disebabkan
oleh pertikaian karena agama. Contohnya tekanan terhadap kaum minoritas
(kelompok agama tertentu yang dianggap sesat, seperti Ahmadiyah) memicu
tindakan kekerasan yang bahkan dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Selain
itu, tindakan kekerasan juga terjadi kepada perempuan, dengan menempatkan tubuh
perempuan sebagai objek yang dianggap dapat merusak moral masyarakat. Kemudian
juga terjadi kasus-kasus perusakan tempat ibadah atau demonstrasi menentang
didirikannya sebuah rumah ibadah di beberapa tempat di Indonesia, yang mana
tempat itu lebih didominasi oleh kelompok agama tertentu sehingga kelompok
agama minoritas tidak mendapatkan hak.
Permasalah konflik dan tindakan kekerasan ini kemudian mengarah
kepada pertanyaan mengenai kebebasan memeluk agama serta menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaan tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa
dalam UUD 1945, pasal 29 Ayat 2, sudah jelas dinyatakan bahwa setiap warga
negara memiliki hak yang sama dalam memeluk agama dan akan mendapat
perlindungan dari negara.
Pada awal era Reformasi, lahir kebijakan nasional yang menjamin
kebebasan beragama di Indonesia. Namun secara perlahan politik hukum kebijakan
keagamaan di negeri ini mulai bergeser kepada ketentuan yang secara langsung
membatasi kebebasan beragama. Kondisi ini kemudian menyebabkan terulangnya
kondisi yang mendorong menguatnya pemanfaatan kebijakan-kebijakan keagamaan
pada masa lampau yag secara substansial bertentangan dengan pasal HAM dan
konstitusi di Indonesia.
Hal ini lah yang dilihat sebagai masalah dalam makalah ini, yaitu
tentang konflik antar agama yang menyebabkan tindakan kekerasan terhadap kaum
minoritas dan mengenai kebebasan memeluk agama dan beribadah dalam konteks
relasi sosial antar agama. Penyusun mencoba memberikan analisa untuk menjawab
masalah ini dilihat dari sudut pandang kerangka analisis sosiologis: teori
konflik.
Konflik yang Ada Dalam Agama dan Masyarakat :
Di beberapa wilayah, integritas masyarakat masih tertata dengan
kokoh. Kerjasama dan toleransi antar agama terjalin dengan baik, didasarkan
kepada rasa solidaritas, persaudaraan, kemanusiaan, kekeluargaan dan kebangsaan.
Namun hal ini hanya sebagian kecil saja karena pada kenyataannya masih banyak
terjadi konflik yang disebabkan berbagai faktor yang kemudian menyebabkan
disintegrasi dalam masyarakat.
Banyak konflik yang terjadi di masyarakat Indonesia disebabkan
oleh pertikaian karena agama. Contohnya tekanan terhadap kaum minoritas
(kelompok agama tertentu yang dianggap sesat, seperti Ahmadiyah) memicu
tindakan kekerasan yang bahkan dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Selain
itu, tindakan kekerasan juga terjadi kepada perempuan, dengan menempatkan tubuh
perempuan sebagai objek yang dianggap dapat merusak moral masyarakat. Kemudian
juga terjadi kasus-kasus perusakan tempat ibadah atau demonstrasi menentang
didirikannya sebuah rumah ibadah di beberapa tempat di Indonesia, yang mana
tempat itu lebih didominasi oleh kelompok agama tertentu sehingga kelompok
agama minoritas tidak mendapatkan hak.
Permasalah konflik dan tindakan kekerasan ini kemudian mengarah
kepada pertanyaan mengenai kebebasan memeluk agama serta menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaan tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa
dalam UUD 1945, pasal 29 Ayat 2, sudah jelas dinyatakan bahwa setiap warga
negara memiliki hak yang sama dalam memeluk agama dan akan mendapat
perlindungan dari negara.
Pada awal era Reformasi, lahir kebijakan nasional yang menjamin
kebebasan beragama di Indonesia. Namun secara perlahan politik hukum kebijakan
keagamaan di negeri ini mulai bergeser kepada ketentuan yang secara langsung
membatasi kebebasan beragama. Kondisi ini kemudian menyebabkan terulangnya
kondisi yang mendorong menguatnya pemanfaatan kebijakan-kebijakan keagamaan
pada masa lampau yag secara substansial bertentangan dengan pasal HAM dan
konstitusi di Indonesia.
Hal ini lah yang dilihat sebagai masalah dalam makalah ini, yaitu
tentang konflik antar agama yang menyebabkan tindakan kekerasan terhadap kaum
minoritas dan mengenai kebebasan memeluk agama dan beribadah dalam konteks
relasi sosial antar agama. Penyusun mencoba memberikan analisa untuk menjawab
masalah ini dilihat dari sudut pandang kerangka analisis sosiologis: teori
konflik.
referensi: