MASYARAKAT PEDESAAN DAN MASYARAKAT
PERKOTAAN
1)
MASYARAKAT
PERKOTAAN, ASPEK-ASPEK POSITIF DAN NEGATIF
a)
PENGERTIAN
MASYARAKAT
Sebelum
kita bicara lebih lanjut masalah masyarakat, baiklah kita tinjau dulu definisi
tentang masyarakat.
Definisi
adalah uraian ringkas untuk memberikan batasan-batasan mengenai sesuatu
persoalan atau pengertian ditinjau daripada analisis.Analisis Inilah yang
memberikan arti yang jernih dan kokoh dari sesuatu pengertian.
Mengenai
arti masyarakat, baiklah di sini kita kemukakan beberapa definisi mengenai
masyarakat dari para sarjana, seperti misalnya :
i)
R.
Linton : Seorang ahli antropologi mengemukakan, bahwa masyarakat adalah setiap
kelompok manusia yang telaha cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka
ini dapat mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam satu
kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
ii)
M.J.
Herskovits : Mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang
diorganisasikan dan mengikuti satu cara hidup tertentu.
iii)
J.L.
Gillin dan J.P. Gillin : Mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia
yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan
yang sama.
Masyarakat
itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil.
S.R.
Steinmetz: Seorang sosiolog bangsa Belanda mengatakan, bahwa masyarakat adalah
kelompok manusia yang terbesar, yanag meliputi pengelompokan-pengelompokan
manusia yang lebih kecil, yang mempunyai perhubungan yang erat ada teratur.
Hasan
Shadily : mendefinisikan masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari
beberapa manusia, yang dengan pengaruh bertalian secara golongan dan mempunyai
pengaruh kebatinan satusama lain.
Kalau
kita mengikuti definisi Linton, maka masyarakat itu timbul dari setiap kumpulan
individu, yang telah lama hidup dan bekerja sama dalam waktu yang cukup lama.
Kelompok manusia yang dimaksud di atas yang belum terorganisasikan mengalami
proses yang fundamental, yaitu :
a). Adaptasi dan organisasi dari tingkah laku para
anggota.
b). Timbul perasaan berkelompok secara
lam bat laun a tau I esprit de cerpa.
Proses ini biasanya tanpa disadari dan
diikuti oleh semua anggota kelompok dalam suasana trial and error. Dari uraian
tersebut di atas dapat kita lihat bahwa masyarakat dapat mempunyai arti yang
luas dan arti yang sempit.Dalam arti luas masyarakat dimaksud keseluruhan
hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan,
bangsa dan sebagainya. Atau dengan kata lain : kebulatan dari semua perhubungan
dalam hidup bermasyarakat. Dalam arti sempit masyarakat dimaksud sekelompok
manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya teritorial, bangsa,
golongan dan sebagainya.
misalnya : ada masyarakat Jawa, ada
masyarakat Sunda, masyarakat Minang, masyarakat mahasiswa, masyarakat petani,
dan sebagainya, dipakailah kata masyarakat itu dalam arti sempit.
Mengingat definisi-definisi masyarakat
atersebut di atas maka dapat diambil kesimpulan, bahwa masyarakat harus
mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
1)
Harus
ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang:
2)
Telah
bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu;
3)
Adanya
aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada
kepentingan dan tujuan bersama.
4)
Dipandang
dari cara terbentuknya, masyarakat dapat dibagi dalam
a)
Masyarakat
paksaan, misalnya : negara, masyarakat tawanan dan lain- lain.
5)
Masyarakat
merdeka, yang terbagi dalam
a).
Masyarakat natuur, yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendirinya, seperti gerombolan
(horde), suku (stam), yang bertalian karena hubungan darah atau keturunan.
6)
Dan
biasanya masih sederhana sekali kebudayaannya.
7)
(b)
Masyarakat kultur, yaitu masyarakat yang terjadi karena kepentingan keduniaan
atau kepercayaan, misalnya : koperasi, kongsi perekonomian, gereja dan
sebagainya.
Apabila kita berbicara tentang
masyarakat, terutama jika kita mengemukakannya dari sudut antropologi, maka
kita mempunyai kecenderungan untuk melihat 2 tipe masyarakat :
Pertama, satu masyarakat kecil yang belum
begitu kompleks, yang belum mengenal pembagian kerja, belum mengenal struktur
dan aspek-aspeknya masih dapat dipelajari sebagai satu kesatuan.
Kedua, masyarakat yang sudah
kompleks.yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam segala bidang. karena ilmu
pengetahuan modern sudah maju, teknologi maju. sudah mengenal tulisan, satu
masyarakat yang sukar diselidiki dengan baik dan didekati sebagian saja.
Sebenarnya pembagian masyarakat dalarn
2 tipe itu hanya untuk keperluan penyelidikan saja.Dalarn satu rnasa sejarah
antropologi, masyarakat yang sederhana itu menjadi obyek penyelidikan dari
antropologi, khususnya antropologi sosial.Sedang masyarakat yang kompleks,
adalah terjadi obyek penyelidikan sosiologi.
Sekarang ruang lingkup penyelidikan
antropologi dan sosiologi tidak mempunyai batas-batas yang jelas. Hanya pada
rnetode-rnetode penyelidikan ada beberapa perbedaan.Antropologi sosial
mengarahkan penyelidikannya ke arah perkotaan.sedang sosiologi melebarkan
studinya ke daerah pedesaan. Sebenarnya dua tipe masyarakat itu berbeda secara
gradual saja, bukan secara prinsipil.
B. MASYARAKAT PERKOTAAN
Masyarakat perkotaan sering disebut
juga urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada
sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan
masyarakat pedesaan.
Perhatian khusus masyarakat kota tidak
terbatas pada aspek-aspek seperti pakaian, makanan dan perumahan, tetapi
mempunyai perhatian lebih luas lagi. Orang-orang kota sudah memandang
penggunaan kebutuhan hidup, artinya oleh hanya sekadarnya atau apa adanya. Hal
ini disebabkan oleh karena pandangan warga kota sekitarnya. Kalau menghidangkan
makanan misalnya, yang diutamakan adalah bahwa yang
menghidangkannya mempunyai kedudukan sosial yang tinggi.Bila ada tamu misalnya,
diusahakan menghidangkan makanan-makanan yang ada dalam kaleng. Pada
orang-orang desa ada kesan, bahwa mereka masak makanan itu sendiri tanpa
memperdulikan apakah tamu-tamunya suka
atau tidak. Pada orang kota, makanan yang dihidangkan harus kelihatan mewah dan
tempat penghidangannya juga harus mewah dan terhormat. Di sini terlihat perbedaan
penilaian. Orang desa memandang makanan sebagai suatu alat rnemenuhi kebutuhan
biologis, sedangkan pada orang kota, makanan sebagai alat untuk memenuhi
kebutuhan sosial. Demikian pula masalah pakaian, orang kota memandang pakaian
pun sebagai alat kebutuhan sosial. Bahkan pakaian yang dipakai merupakan
perwujudan dari kedudukan sosial si pemakai.
Ada beberapa ciri yang menonjol pada
masyarakat kota, yaitu :
1)
Kehidupan
keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
Kegiatan-kegiatan keagamaan hanya setempat di tempat-tempat peribadatan,
seperti : di masjid, gereja. Sedangkan di luar itu, kehidupan masyarakat berada
dalam lingkungan ekonomi, perdagangan. cara kehidupan demikian mempunyai
kecenderungan ke arah keduniawian, bila dibandingkan dengan kehidupan warga
masyarakat desa yang cenderung ke arah keagamaan.
2)
Orang
kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang-orang
lain. Yang terpenting di sini adalah manusia perorangan atau individu. Di
kota-kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, sebab perbedaan
kepentingan, paham politik, perbedaan agama, dan sebagainya.
3)
Pembagian
kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas
yang nyata. Misalnya seorang pegawai negeri lebih banyak bergaul dengan
rekan-rekannya daripada tukang-tukang becak, tukang kelontong atau pedagang
kaki lima lainnya. Seorang sarjana ekonomi akan lebih banyak bergaul dengan
rekannya dengan latar belakang pendidikan dalam ilmu ekonomi daripada dengan
sarjana-sarjana ilmu politik, sejarah, atau yang lainnya. Begitu pula dalam
lingkungan mahasiswa mereka lebih senang bergaul dengan sesamanya daripada
dengan mahasiswa yang tingkatannya lebih tinggi atau rendah.
4)
Kemungkinan-kemungkinan
untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada
warga desa. Pekerjaan para warga desa lebih bersifat seragam, terutama dalam
bidang bertani. Oleh karena itu pada masyarakat desa tidak banyak dijumpai
pembagian kerja berdasarkan keahlian. Lain halnya di kota, pembagian kerja
sudah meluas, sudah ada macam-macam kegiatan industri, sehingga tidak hanya
terbatas pada satu sektor pekerjaan.
5)
Singkatnya,
di kota banyak jenis-jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh warga-warga
kota, mulai dari pekerjaan yang sederhana sampai pada yang bersifat teknologi.
6)
Jalan
pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan
bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan
daripada faktor pribadi.
7)
Jalan
kehidupan yang cepat di kota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi
warga kota, sehingga pembagian waktu yang tyeliti sangat penting, untuk dapat
mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
8)
Perubahan-perubahan
sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam
menerima pengaruh-pengaruh dari Iuar. Hal ini sering menimbulkan pertentangan
antara golongan tua dengan golongan muda. Oleh karena itu golongan muda yang
belum sepenuhnya terwujud kepribadiannya, lebih sering mengikuti pola-pola baru
dalam kehidupannya.
C. PERBEDAAN DESA DAN KOTA
Ada beberapa ciri yang dapat
dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Dengan
melihat pcrbedaan-perbedaan yang ada mudah-mudahan akan dapat mengurangi
kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagai
masyarakat pedesaan atau masyarak.at perkotaan.
Ciri-ciri tersebut antara lain:
1).jumlah dan kepadatan penduduk;
2).lingkungan hidup;
3).mata pencaharian;
4).corak kehidupan sosial;
5).stratifikasi sosial;
6).mobilitas ·sosial;
7).pola interaksi sosial;
8).solidaritas sosial; dan
9).kedudukan dalam hierarki sistem
administrasi nasional.
Meskipun tidak ada ukuran pasti, kota
memiliki penduduk yanag jumlahnya lebih banyak dibandingkan desa. Hal ini
mempunyai kaitan erat dengan kepadatan penduduk, yaitu jumlah penduduk yang
tinggal pada suatu luas wilayah tertentu, misalnya saja jumlah per KM "
(kilometer persegi) atau jumlah per hektar. Kepadatan penduduk ini mempunyai
pengaruh yang besar terhadap pola pembangunan perumahan.Di desa jumlah penduduk
sedikit, tanah untuk keperluan perumahan cenderung ke arah horisontal, jarang
ada bangunan rumah bertingkat. J adi karen a pelebaran sam ping tidak
memungkinkan maka untuk memenuhi bertambahnya kebutuhan perumahan,
pengembangannya mengarah ke atas.
Lingkungan hidup di pedesaan sangat
jauh berbeda dengan di perkotaan.Lingkungan pedesaan terasa lebih dekat dengan
alam bebas. Udaranya bersih, sinar matahari cukup, tanahnya segar diselimuti
berbagai jenis tumbuh- tumbuhan dan berbagai satwa yang terdapat di sela-sela
pepohonan, di permukaan tanah, di rongga-rongga bawah tanah ataupun
berterbangan di udara bebas. Air yang menetes, merembes atau memancar dari
sumber- sumbernya dan kemudian mengalir melalui anak-anak sungai mengairi
petak- petak persawahan.Semua ini sangat berlainan dengan lingkungan perkotaan
yang sebagian besar dilapisi beton dan aspal.Bangunan-bangunan menjulang tinggi
saling berdesak-desakan dan kadang-kadang berdampingan dan berhimpitan dengan
gubug-gubug liar dan pemukiman yang padat.
Udara yang seringkali terasa pengap,
karena tercemar asap buangan cerobong pabrik dan kendaraan bermotor.
Hiruk-pikuk, lalu lalang kendaraan ataupun manusia di sela-sela kebisingan yang
berasal dariberbagai sumber bunyi yang seolah-olah saling berebut keras satu
sama lain. Kota sudah terlalu banyak mengalami sentuhan teknologi, sehingga
penduduk kota yang merindukan alam kadang-kadang memasukkan sebagian alam ke
dalam rumahnya, baik yang berupa tumbuh-tumbuhan, bahkan mungkin hanya
gambarnya saja.
Perbedaan paling menonjol adalah pada
mata pencaharian.Kegiatan utama penduduk desa berada di sektor ekonomi primer
yaitu bidang agraris.Kehidupan ekonomi terutama tergantung pada usaha
pengelolaan tanah untuk keperluan pertanian, peternakan dan termasuk juga
perikanan darat. Sedangkan kota merupakan pusat kegiatan sektor ekonomi sekunder
yang meliputi bidang industri, di samping sektor ekonomi tertier yaitu bidang
pelayanan jasa. Jadi kegiatan di desa adalah mengolahalam untuk memperoleh
bahan-bahan mentah, baik bahan kebutuhan pangan, sandang maupun lain-lain bahan
mentah untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia. Sedangkan kota mengolah
bahan-bahan mentah yang berasal dari desa menjadi bahan-bahan asetengah jadi
atau mengolahnya sehingga berwujud bahan jadi yang dapat segera dikonsumsikan.
Dalam hal distribusi hasil produksi ini pun terdapat perbedaan antara desa dan
kota. Di desa jumlah ataupun jenis barang yang tersedia di pasaran sangat
terbatas. Di kota tersedia berbagai macam barang yang jumlahnya pun melimpah.
Bahkan tempat penjualannya pun beraneka ragam.Ada barang-barang yang dijajakan
di kaki-lima, dijual di pasar biasa di mana pembeli dapat tawar-menawar dengan
penjual atau dijual di supermarket dalam suasana yang nyaman dan harga yang
pasti.Bidang produksi dan jalur distribusi di perkotaan lebih kompleks bila
dibandingkan dengan yang terdapat di pedesaan, hal ini memerlukan tingkat
teknologi yang lebih canggih.Dengan demikian memerlukan tenaga-tenaga yang
memilki keahlian khusus untuk melayani kegiatana produksi ataupun memperlancar
arus distribusinya.
Corak kehidupan sosial di desa dapat
dikatakan masih homogen. Sebaliknya di kota sangat heterogen, karena di sana
sating bertemu berbagai suku bangsa, agama, kelompok dan masing-masing memiliki
kepentingan yang berlainan.
Beranekaragamnya corak kegiatan di
bidang ekonomi berakibat bahwa sistem pelapisan sosial (stratifikasi sosial)
kota jauh lebih kompleks daripada di desa. Misalnya saja mereka yang memiliki
keahlian khusus dan bidang kerjanya lebih banyak memerlukan pemikiran memiliki
kedudukan lebih tinggi dan upah lebih besar daripada mereka yang dalam sistem
kerja hanya mampu menggunakan tenaga kasarnya saja. Hal ini akan membawa akibat
bahwa perbedaan antara pihak kaya dan miskin semakin menyolok.
Mobilitas sosial di kota jauh lebih
besar daripada di desa. Di kota, seseorang memiliki kesempatan lebih besar
untuk mengalami mobilitas sosial, baik vertikal yaitu perpindahan kedudukan
yang lebih tinggi atau lebih rendah, maupun horisontal yaitu perpindahan ke
pekerjaan lain yang setingkat.
Pola-pola interaksi sosial pada suatu
masyarakat ditentukan oleh struktur sosial masyarakat yang
bersangkutan.Sedangkan struktur sosial sangat dipengaruhi oleh lembaga-lembaga
sosial (social institutions) yang ada pada masyarakat tersebut. Karena struktur
sosial dan lembaga-lembaga sosial yang ada di pedesaan sangat berbeda dengan di
perkotaan, maka pola interaksi sosial pada kedua masyarakat tersebut juga tidak
sama. Pada masyarakat pedesaan, yang sangat berperan dalam interaksi dan
hubungan sosial adalah motif-motif sosial.
Dalam interaksi sosial selalu
diusahakan agar supaya kesatuan sosial (social unity) tidak terganggu, konflik
atau pertentangan sosial sedapat mungkin dihindarkan jangan sampai
terjadi.Bahkan kalau terjadi konflik, diusahakan supaya konflik tersebut tidak
terbuka di hadapan umum.Bila terjadi pertentangan, diusahakan untuk dirukunkan,
karena memang prinsip kerukunan inilah yang menjiwai hubungan sosial pada
masyarakat pedesaan, karena masyarakat ini sangat mendambakan tercapainya
keserasian (harmoni) dalam kehidupan berinteraksi lebih dipengaruhi oleh motif
ekonomi daripada motif-motif sosial. Di samping motif ekonomi, maka motif-motif
nasional lainnya misalnya saja politik, pendidikan, kadang-kadang juga dalam
hierarki sistem administrasi nasional, maka kota memiliki kedudukan yang lebih
tinggi daripada desa. Di negara kita misalnya, urut-urutan kedudukan tersebut
adalah : ibukota negara, kota propinsi, kota kabupaten, kota kecamatan, dan
seterusnya. Semakin tinggi kedudukan suatu kota dalam hierarki tersebut,
kompleksitasnya semakin meningkat, dalam arti semakin banyak kegiatan yang
berpusat di sana. Kompleksitas di bidang administrasi nasional atau kenegaraan
ini biasanya sejajar dengan kompleksitas di bidang kemasyarakatan lainnya,
misalnya saja bidang ekonomi atau politik.Jadi ibukota Negara di samping
menjadi pusat kegatan pemerintahan, biasanya sekaligus menjadi pusat kegiatan
ekonomi, politik dan bidang-bidang kemasyarakatan lainnya.Belum ada angka yang
pasti mengenai jumlah pengangguran penuh di Indonesia, tetapi jumlah setengah
pengangguran semakin tahun semakin merisaukan.Berikut ini disampaikan
angka-angka mengenai mereka yang diperoleh dari Biro Statistik.
TABEL PERSENTASE SETENGAH PENGANGGURAN
DI INDONESIA 1964 - 1978
Tahun
1964 1976 1977 1978
Kota
20,5 22,7 25,5 25,2
Pedesaan Kota dan Pedesaan
30,5 29,6 35,0 33,2 39,7 33,7 38,5 36,5
Sumber : BPS, Keadaan Angkatan Kerja di
Indonesia 1961-1978, Mei 1981 Sakernas 1976, 1977 dan 1978.
Dari tabel tersebut di atas dapat
ditarik kesimpulan, antara lain :
1) Angka rata-rata setengah
pengangguran lebih dari sepertiga angkatan kerja seluruhnya, bahkan untuk
wilayah pedesaan ternyata jauh berada di atas angka rata-rata ada juga berada
di atas angka setengah pengangguran di perkotaan.
2) Pada tahun-tahun terakhir,
pertumbuhan angka setengah pengangguran cenderung makin meningkat. Di pedesaan
selama 1964 - 1976 naik dari 30,5% menjadi 35,0% (naik 4,5% selama 12 tahun),
sedangkan selama 2 tahun terakhir (1976 -1977) meningkat dari 35,0% menjadi
39,7% (naik 4,7% unit persen). Besarnya pertum-buhan akan lebih menyolok bila
disadari bahwa prosentase tersebut dhitung dari jumlah angkatan kerja yang tiap
tahun selalu meningkat dalam jumlah yang besar.
Jumlah angkatan kerja yang tidak
mempunyai pekerjaan tetap di pedesaan jauh lebih besar daripada di perkotaan.
Sedangkan di perkotaan terdapat kesempatan kerja yang lebih luas baik di sektor
formal maupun sektor informal, misalnya saja kesepatan untuk menjadi penjual
berbagai barang dagangan di kaki lima, pengumpul berbagai macam barang-barang
bekas yang masih dapat diman faatkan atau diproses kembali (barang-barang
plastik, besi tua, pecahan kaca), penjual keliling tradisional atau bahkan
berbagai kesempatan untuk mendapatkan penghasilan melalui jalan tidak halal.
Hal itu semua merupakan daya penarik bagi terjadinya suatu arus perpindahan
besar-besaran penduduk desa ke wilayah perkotaan yang nanti akan dibahas lebih
jauh dalam telaah terhadap urbanisasi urbanisasi ikut berperan dalam menentukan
corak interaksi sosial. Pada ma~yarakat pedesaan, pola interaksinya horisontal,
banyak dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan.Semua pasangan berinteraksi
dianggap sebagai anggota keluarga. Sedangkan pada masyarakat perkotaan, pola
interaksinya lebih condong ke arah vertikal, sistem feodal masih berpengaruh,
karena di sini anggota-anggota masyarakat terbagi dalam beberapa kedudukan dari
sekelompok orang, misalnya saja pemegang kekuasaan pemerintahan atau pejabat,
memiliki kekuasaan yang istimewa karena diberi kewenangan untuk menentukan
kebijaksanaan sendiri mengenai suatu masalah, sebab banyak permasalahan yang
ternyata peraturannya tidak begitu jelas atau· bahkan belum ada sama sekali.
Pola interaksi pada masyarakat kota juga dipengaruhi individualitas, prestasi
seseorang lebih penting daripada asal-usul keturunannya. Pada masyarakat ini
pola, interaksi sangat diwarnai oleh tujuan yang akan dicapai. Misalnya saja
bila ada seseorang yang mempunyai tujuan politik, maka semua pola interaksinya
diwarnai oleh Jatar belakang politik.
Solidaritas sosial pada kedua
masyarakat ini pun ternyata juga berbeda.Kekuatan yang mempersatukan masyarakat
pedesaan timbul karena adanya kesamaan-kesamaan kemasyarakatan, seperti
kesamaan adat kebiasaan, kesamaan tujuan dan kesamaan pengalaman.Sebaliknya
solidaritas pada masyarakat perkotaan justru terbentuk karena adanya
perbedaan-perbedaan dalam masyarakat, sehingga orang terpaksa masuk ke dalam
kelompok- kelompok tertentu, misalnya saja serikat buruh, himpunan pengusaha
atau persatuan artis.
2. HUBUNGAN DESA DAN KOTA
Masyarakat pedesaan dan perkotaan
bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam
keadaan yang wajar di antara keduanya terdapat hubungan yang erat, bersifat
ketergantungan, karena di antara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung
pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan seperti
beras, sayur- mayur, daging dan ikan.Desa juga merupakan sumber tenaga kasar
bagi jenis- jenis pekerjaan tertentu di kota, misalnya saja buruh bangunan
dalam proyek- proyek perumahan, proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya
atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja-pekerja
musiman.Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan di
bidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau
ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
Sebaliknya, kota menghasilkan
barang-barang yang juga diperlukan oleh orang desa seperti bahan-bahan pakaian,
alat dan obat-obatan pembasmi hama pertanian, minyak tanah, obat-obatan untuk
memelihara kesehatan dan alat transportasi. Kota juga menyediakan tenaga-tenaga
yang melayani bidang- bidang jasa yang dibutuhkan oleh orang desa tetapi tidak
dapat dilakukannya sendiri, misalnya saja tenaga-tenaga di bidang medis atau
kesehatan, montir- montir, elektronika dan alat transportasi serta tenaga yang
mampu memberikan bimbingan dalam upaya peningkatan hasil budi daya pertanian,
peternakan ataupun perikanan darat.
Dalam kenyataannya hal ideal tersebut
kadang-kadang tidak terwujud karena adanya beberapa pembatas.Jumlah penduduk
semakin meningkat, tidak terkecuali di pedesaan.Padahal, luas lahan pertanian
sulit bertambah, terutama di daerab yang sudab lama berkembang seperti pulau
Jawa.Peningkatan basil pertanian banya dapat diusabakan melalui intensifikasi
budi daya di bidang ini.Akan tetapi, pertambaban basil pangan yang diperoleb
melalui upaya intensifikasi ini, tidak sebanding dengan pertambaban jumlab
penduduk, sebingga pacta suatu saat basil pertanian suatu daerab pedesaan banya
cukup untuk memenubi kebutuban penduduknya saja, tidak kelebiban yang dapat
dijual lagi.Dalam keadaan semacam ini, kotaterpaksa memenubi kebutuban
pangannya dari daerab lain, babkan kadang-kadang terpaksa mengimpor dari luar
negeri.Peningkatan jumlab penduduk tanpa diimbangi dengan perluasan kesempatan
kerja ini pacta akbirnya berakibat babwa di pedesaan terdapat banyak orang yang
tidak mempunyai mata pencabarian tetap.Mereka ini merupakan kelompok
pengangguran, baik sebagai pengangguran penub maupun setengab pengangguran.
3. ASPEK POSITIF DAN NEGATIF
Untuk menunjang aktivitas warganya
serta untuk memberikan suasana aman, tenteram dan nyaman pacta warganya, kota
dibadapkan pacta kebarusan menyediakan berbagai fasilitas kebidupan dan
kebarusan untuk mengatasi berbagai masalab yang timbul sebagai akibat aktivitas
warganya. Dengan kata lain kota barus berkembang.
Perkembangan kota merupakan manifestasi
dari pola kebidupan sosial, ekonomi, kebudayaan dan politik. Kesemuanya ini
akan dicerminkan dalam komponen-komponen yang membentuk struktur kota tersebut.
Jumlab dan kualitas komponen suatu kota sangat ditentukan oleb tingkat
perkembangan dan pertumbuban kota tersebut. Secara umum dapat dikenal babwa
suatu lingkungan perkotaan, seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi :
a) Wisma : Unsur ini merupakan bagian
ruang kota yang dipergunakan untuk tempat berlindung terbadap alam
sekelilingnya, serta untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan sosial dalam
keluarga. Unsur wisma ini mengharapkan :
a)
Dapat
mengembangkan daerab perumaban penduduk yang sesuai pertarribaban kebutuban
penduduk untuk masa mendatang;
b)
Memperbaiki
keadaan lingkungan perumaban yang telab ada agar dapat mencapai standar mutu
kebidupan yang layak, dan memberikan nilai-nilai lingkungan yang aman dan
menyenangkan.
a.
Karya
: Unsur ini merupakan syarat yang utama bagi eksistensi suatu kota, karena
unsur ini merupakan jaminan bagi kehidupan bermasyarakat.
c)
Penyediaan
lapangan kerja bagi suatu kota dapat dilakukan dengan cara menyediakan ruang;
misalnya bagi kegiatan perindustrian, perdagangan, pelabuhan, terminal serta
kegiatan-kegiatan kerja lainnya.
d)
Marga
: Unsur ini merupakan ruang perkotaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan
hubungan antara suatu tempat dengan tempat lainnya di dalam kota (hubungan
internal), serta hubungan antara kota itu dengan kota-kota atau daerah lainnya
(hubungan eksternal). Di dalam unsur ini termasuk :
1) Usaha pengembangan jaringan jalan
dan fasilitas-fasilitasnya (termi- nal, parkir, dan lain-lain) yang
memungkinkan pemberian pelayanan seefisien mungkin;
2) Pengembangan jaringan telekomunikasi
sebagai suatu bagian dari sistem transportasi dan komunikasi kota secara
keseluruhan.
a)
Suka
: Unsur ini merupakan bagian dari ruang perkantoran untuk memenuhi kebutuhan
penduduk akan fasilitas-fasilitas hiburan, rekreasi, pertamanan, kebudayaan dan
kesenian.
b)
Penyempurnaan
: Unsur ini merupakan bagian yang penting bagi suatu kota, tetapi belum secara
tepat tercakup ke dalam ke empat unsur di atas, termasuk fasilitas keagamaan,
pekuburan kota, fasilitas pendidikan dan kesehatan, jaringan utilitas umum.
Kelima unsur pokok ini merupakan pola
pokok dari komponen-komponen perkotaan yang kuantitas dan kualitasnya kemudian
dirinci di dalam perencanaan suatu kota tertentu sesuai dengan tuntutan
kebutuhan yang spesifik untuk kota tersebut pada saat sekarang dan masa yang
akan datang.
Pemecahan masalah-masalah tersebut atau
pencapaian persyaratan di atas, hendaknya dituangkan dalam suatu kebijaksanaan
dasar yang dikaitkan dengan pengembangan wilayah dan interaksi kota dan
sekitarnya secara berimbang dan harmonis. Untuk itu semua, maka fungsi dan
tugas aparatur Pemerintah Kota harus ditingkatkan :
1) Aparatur kota harus dapat menangani
pelbagai masalah yang timbul di kota. Untuk itu, maka pengetahuan tentang
administrasi kota dan perencanaan kota harus dimilikinya;
2) Kelancaran dalam pelaksanaan
pembangunan dan pengaturan tata kota harus dikerjakan dengan cepat dan tepat,
agar tidak disusul dengan masalah lainnya; 3) Masalah keamanan kota harus dapat
ditangani dengan baik sebab kalau tidak, maka kegelisahan penduduk akan
menimbulkan masalah baru; 4) Dalam rangka pemekaran kota, harus ditingkatkan
kerjasama yang baik antara para pemimpin di kota dengan para pemimpin di
tingkat Kabupaten, tetapi juga dapat bermanfaat bagi wilayah Kabuaten di
sekitarnya.
Oleh karena itu maka kebijaksanaan
perencanaan dan mengembangkan kota harus dapat dilihat dalam kerangka
pendekatan yang luas yaitu pendekatan regional. Rumusan pengembangan kota
seperti itu tergambar dalam pendekatan penanganan masalah kota sebagai berikut
: 1) Menekan angka kelahiran; 2) Mengalihkan pusat pembangunan pabrik
(industri) ke pinggiran kota; 3) Membendung urbanisasi; 4) Mendirikan kota
satelit di mana pembukaan usaha relatif rendah; 5) Meningkatkan fungsi dan
peranan kota-kota kecil atau desa-desa yang telah ada di sekitar kota besar; 6)
Transmigrasi bagi warga yang miskin dan tidak mempunyai pekerjaan.
Kota secara internal pada hakikatnya
merupakan satu organisme, yakni kesatuan integral dari tiga komponen, meliputi
"Penduduk, kegiatan usaha dan wadah" ruang fisiknya. Ketiganya saling
berkait, pengaruh-mempengaruhi, oleh karenanya suatu pengembangan yang tidak
seimbang antara ketiganya, akan menimbulkan kondisi kota yang tidak positif,
antara lain semakin menurunnya kualitas hidup masyarakat kota. Dengan kata
lain, suatu perkembangan kota harus mengarah pada penyesuaian lingkungan fisik
ruang kota dengan perkembangan sosial dan kegiatan usaha masyarakat kota.
Di pihak lain, kota mempunyai juga
peran/fungsi esternal, yakni seberapa jauh fungsi dan peran kota tersebut dalam
kerangka wilayah dan daerah- daerah yang dilingkupi dan melingkupinya, baik
dalam skala regional maupun nasional. Dengan pengertian ini diharapkan bahwa
suatu pengembangan kota tidak mengarah pada satu organ tersendiri yang terpisah
dengan daerah sekitarnya, karena keduanya saling pengaruh-mempengaruhi.
4. MASYARAKAT PEDESAAN
A. PENGERTIAN
DESA PEDESAAN
Yang dimaksud dengan desa menurut
Sutardjo Kartohadikusuma mengemukakan sebagai berikut;
Desa adalah suatu kesatuan hukum di
mana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri.
Menurut Bintarto desa merupakan
perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang
terdapat di situ (suatu daerah) dalam hubungannya dan pengaruhnya secara
timbal-balik dengan daerah lain.
Sedangkan menurut Paul H. Landis : Desa
adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.
Dengan ciri-cirinya sebagai berikut :
a.
Mempunyai
pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
b.
Ada
pertalian perasaan yang sama ten tang kesukaan terhadap kebiasaan.
c.
Cara
berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam
seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan
agraris adalah bersifat sambilan.
Masyarakat pedesaan ditandai dengan
pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan
setiap wargalanggota masyarakat yang amat kuat yang hakikatnya, bahwa seseorang
merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di mana ia
hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap
waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan
sama- sama sebagai anggota masyarakat yang saling mencintai saling menghormati,
mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagian
bersama di dalam masyarakat.
Adapun yang menjadi ciri-ciri
masyarakat pedesaan antara lain sebagai berikut :
a.
Di
dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih
mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar
batas-batas wilayahnya;
b.
Sistem
kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan (Gemeinschaft atau
paguyuban).
a)
Sebagian
besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian. Pekerjaan-pekerjaan yang
bukan pertanian merupakan pekerjaan sambilan (part time) yang biasanya sebagai
pengisi waktu luang.
b)
Masyarakat
tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama, adat-istiadat dan
sebagainya.
Oleh karena anggota masyarakat
mempunyai kepentingan pokok yang hampir sama, maka mereka selalu bekerja sama
untuk mencapai kepentingan- kepentingan mereka. Seperti pada waktu mendirikan
rumah, upacara pesta perkawinan, memperbaiki jalan desa, membuat saluran air
dan sebagainya.dalam hal-hal tersebut mereka akan selalu bekerjasama.
Bentuk-bentuk kerjasama dalam
masyarakat sering diistilahkan dengan gotong royong dan tolong-menolong. Pekerjaan
gotong-royong pada waktu sekarang lebih populer dengan istilah kerja bakti
misalnya memperbaiki jalan, saluran air, menjaga keamanan desa (ronda malam)
dan sebagainya.
Sedang mengenai macamnya pekerjaan
gotong-royong (kerja bakti) itu ada dua macam, yaitu :
a. Kerja bersama untuk
pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya dari inisiatif warga masyarakat itu sendiri
(biasanya diistilahkan dari bawah).
b. Kerjasama untuk pekerjaan-pekerjaan
yang inisiatifnya tidak timbul dari masyarakat itu sendiri berasal dari luar
(biasanya berasal dari atas).
Kerjasama jenis pertama biasanya,
sungguh-sungguh dirasakan kegunaannya bagi mereka, sedang jenis kedua biasanya
sering kurang dipahami kegunaannya.
5. PERBEDAAN MASYARAKAT PEDESAAN DENGAN
MASYARAKAT PERKOTAAN
Masyarakat pedesaan kehidupannya
berbeda dengan masyarakat perkotaan.Perbedaan-perbedaan ini berasal dari adanya
perbedaan yang mendasar dari keadaan lingkungan, yang mengakibatkan adanya
dampak terhadap personalitas dan segi-segi kehidupan.Kesan populer masyarakat
perkotaan terhadap masyarakat pedesaan adalah bodoh, lambat dalam berpikir dan
bertindak, serta mudah '"tertipu", dan sebagainya.Kesan ini
disebabkan masyarakat perkotaan mengamatinya hanya sepintas, tidak banyak tahu,
dan kurang pengalaman dengan keadaan lingkungan pedesaan.Masyarakat pedesaan
dan masyarakat perkotaan memiliki ciri sendiri-sendiri. Mengenal ciri-ciri
masyarakat pedesaan pedesaan akan lebih mudah dan lebih baik dengan
membandingkannya dengan kehidupan masyarakat perkotaan.
Dalam memahami masyarakat pedesaan dan
masyarakat perkotaan, tentu tidak akan mendefinisikannya secara universal dan
objektif, tetapi berpatokan pada ciri-ciri masyarakat. Ciri-c:iri itu ialah
adanya sejumlah orang, tinggal dalam suatu daerah tertentu, adanya sistem
hubungan, ikatan atas dasar kepentingan bersama, tujuan dan bekerja bersama,
ikatan atas dasar unsur- unsur sebelumnya, rasa solidaritas, sadar akan adanya
interdependensi, adanya norma-norma dan kebudayaan. Kesemua ciri-ciri
masyarakat ini dicoba ditranformasikan pada ealitas desa dan kota, dengan
menitik beratkan pada kehidupannya. Ciri masyarakat desa juga mungkin belum
tentu benar, sebab desa sedang mengalami perkembangan struktural yang tersusun
dan terarah ke peningkatan integrasi masyarakat yang lebih luas sebagai akibat
intensifnya hubungan kota dengan desa dan derasnya program pembangunan,
sehingga dapat menimbulkan perubahan-perubahan.
Untuk menentukan suatu komunitas apakah
termasuk masyarakat pedesaan atau masyarakat perkotaan, dari segi kuantitatif
sulit dibedakan karena adanya hubungan antara konsentrasi penduduk dengan
gejala sosial; dan perbedaannya bersifat graudal. Lebih sesuai apabila
menentukan perbedaannya dengan sifat kualitas atau kriteria kualitatif, di mana
struktur, fungsi, adat-istiadat, serta corak kehidupannya dipengaruhi oleh
proses penyesuaian ekologi masyarakat. Masyarakat pedesaan ditentukan oleh
basis fisik dan sosialnya, seperti ada kolektivitas, petani individu, tuan
tanah, buruh tani, pemaro, dan lain-lain. Ciri lain bahwa desa terbentuk erat
kaitannya dengan naluri alamiah untuk mempertahankan kelompoknya, melalui
kekerabatan tinggal bersama dalam memenuhi kebutuhannya. Perkembangan lanjut
suatu desa akan memunculkan desa lainnya, sebagai fungsi induk desa.
Masyarakat kota ditekankan dari
pengertian kotanya dengan ciri dan sifat kehidupannya serta kekhasan dalam
interes hidupnya. Dalam masyarakat kata kebutuhan primer dihubungkan dengan
status sosial dan gaya hidup masa kini sebagai manusia modern.
Berbicara tentang masyarakat pedesaan
dan perkotaan, sesungguhnya akan berbicara tentang sistem hubungan antara
unsur-unsur yang membentuknya. Terkadang di dalam percakapan dan di dalam
anggapan, desa senantiasa dipertentangkan dengan kota, seakan-akan siang dan
malam. Desa pada h akikatnya bukan sebuah istilah yang menunjukkan benda
"tunggal", tetapi "desa" mempunyai unsur-unsur yang
kemudian, kalau dirakit sedemikian rupa, akan berbentuk desa. Setiap unsur
dalam suatu sistem itu dapat diperlakukan sebagai satu kesatuan yang utuh.
Masyarakat pedesaan maupun masyarakat
perkotaan masing-masing dapat diperlakukan sebagai sistem jaringan hubungan
yang kekal dan penting, serta dapat pula dibedakan masyarakat yang bersangkutan
dengan masyarakat yang lain. Oleh karena itu, mempelajari suatu masyarakat
berarti dapat berbicara soal struktur sosial. Untuk menjelaskan perbedaan atau
ciri-ciri dari kedua masyarakat tersebut, dapat ditelusuri dalam hal lingkungan
umumnya dan orientasi terhadap alam, pekerjaan, ukuran komunitas, kepadatan
penduduk, homogenitas-heterogenitas, diferensiasi sosial, pelapisan sosial,
mobilitas sosial, interaksi sosial, pengendalian sosial, pola kepemimpinan,
ukuran kehidupan, solidaritas sosial, dan nilai atau sistem nilainya.
Sumber: E-book Gunadarma